recent

3/recent-posts

Honda Jaz

3/Honda Jaz/post-per-tag

Perbedaan Perawan Dan Janda Menurut Agama Islam

 

Apa kabar sobat semuah pada kesempatan kali ini kami mau berbagi sedikit cerita yang mengangkat cerita tentang berbedaan Perawan Dan Janda Menurut Agama Islam yadah kita langsung saja pada Postingan kali ini tentang
 Perbedaan Perawan Dan Janda Menurut Agama Islam.

Pandangan Imam As-Syafi’i dan para pengikut mazhabnya terhadap syari’ (pemilik Syari’at) yang menentukan kewenangan hak seorang ayah untuk menikahkan gadis yang masih perawan tanpa meminta pendapatnya, dikarenakan ada dua alasan. Alasan yang pertama ialah perempuan yang perawan itu tidak mengetahui tentang perkara nikah dan perkara yang akan dialaminya setelah dia menikah. Dan pada urusan yang tidak diketahui olehnya tersebut, maka tidak memerlukan pendapatnya.

Alasan yang kedua ialah karena wanita berstatus perawan itu pada kebiasaannya malu untuk menerangkan pendapatnya jika ia punya pendapat. Oleh karena demikian, urusan menikahkannya itu diserahkan kepada orang-orang yang sudah ditentukan untuk memelihara kemashlahatannya, dan kepada orang-orang yang gemar menjaga kebaikannya. Mereka ialah para walinya, yaitu ayah, dan kakek.

Dan ketika hikmah yang dimaksudkan oleh pemilik syara’ dalam menjelaskan rahasia pensyari’atan hukum ini dikarenakan sesungguhnya hikmah merupakan perkara yang bathin (tidak nampak), bukan perkara yang dhahir (nampak) dan tidak mundhabith (tidak terbatas), maka hukum tersebut tidak terlepas dari ‘illat yang jelas (dzahir) dan ter-ukur (mundhabith). Adapun ‘illat yang terdapat dalam masalah ini ialah keperawanannya. Karena keperawanan merupakan potensial yang kuat terhadap lahirnya hikmah disini. Maka kesimpulannya, ‘illat yang terdapat pada hukum ini (menikahkan wanita yang masih perawan) ialah keperawanan gadis itu sendiri.

Dengan ‘illat ini, maka hukum tersebut mencakup juga pada seorang wanita yang sudah dewasa tetapi masih perawan yang sudah baliqh dan cakap hukum. Oleh karena itu, maka kewenangan menikahkan wanita itu, juga diserahkan seluruhnya kepada ayah. Karena dia juga dianggap tidak mengetahui urusan nikah, dan perkara-perkara yang akan dialaminya setelah melangsungkan pernikahan.

Pada perempuan yang berstatus janda, maka tidak ada hak bagi seorang wali untuk memaksa menikahkannya. Karena hikmah yang terdapat disini tidak pasti dan bersifat dugaan; bahwa janda tidak sama halnya dengan perawan, dalam hal “bodoh” (tidak mengetahui perkara nikah) dan dalam hal sifat malunya.

Adapun dalil yang menguatkan pernyataan ini ialah:

    Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas : “perempuan yang berstatus janda itu lebih berhak menjadi wali atas dirinya sendiri, sedangkan perempuan yang berstatus perawan dia hanya dimintai izin saja pada dirinya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh jama’ah kecuali Bukhari)
    Dalam riwayat Ahmad, muslim, Abi Daud, dan Nasa-i : “Wanita yang masih perawan itu, hanya dimintai izin oleh ayahnya.
    Dalam riwayat Abi Daud dan Nasa-i : “Tidak ada hak bagi seorang wali untuk mengurusi perempuan janda, dan wanita “yatimah” (wanita perawan yang masih kecil) hanya dimintai izin oleh walinya, dan diam nya itu merupakan wujud dan bentuk pengakuannya.

Maka dari uraian yang telah disebutkan itu, terdapat perbedaan antara perempuan yang berstatus janda, dan perawan. Dan tiap-tiap dari keduanya itu masing-masing ada hukum tertentu (khusus).




Dan sesungguhnya, Syari’ (Pemilik Syari’at) menjadikan janda itu berhak atas dirinya sendiri menjadi wali (wali atas dirinya sendiri). Dan karena demikian, maka antara janda dan perawan itu ada ketidaksamaan dalam penetapan hukum. Dimana perempuan yang perawan, wali lebih berhak ketimbang dirinya, sedangkan pada perempuan yang berstatus janda wali tidak ada hak apapun dalam hal menikahkannya.

Kemudian, bahwa sesungguhnya perempuan yang masih perawan itu tidak berhak menjadi wali atas dirinya sendiri.

Maka hal yang demikian menunjukkan suatu kepastian hukum, bahwa seorang wali boleh menikahkan perempuan yang berstatus perawan meski tanpa kerelaannya.

Dan telah terdapat dalam sebagian riwayat-riwayat yang membenarkan ketentuan seperti demikian itu, yaitu pada masalah ayah yang menikahkan anak perempuan nya yang berstatus perawan. (“dan wanita yang masih perawan itu hanya dimintai izin saja oleh ayahnya”).


Sekian dulu dari kami sobat semoga bermanfaat

10 komentar:
Write comentários
  1. itu yang di foto pasti masih perawan, bener kan mas?

    BalasHapus
  2. tak kirain penjelasannya ada dari sisi bilogisnya. Ternyata dari sisi hukum nikahnya tooo....
    Fotonya seger dan bisa bikin orang penasaran hehehe

    BalasHapus
  3. bu blognya yg mana aja .. binggung gw.

    BalasHapus
    Balasan
    1. kan ada 4 tnggal mau yang manah komentarnya heheh

      Hapus
  4. kalau soal hukumnya sich jelas banget om, makasih udah share

    BalasHapus
  5. terimaksih infonya bermanfaat sekali.

    BalasHapus

Terimaksih Banyak Dah Berkunjung Sobat